Penuntutan
Tahan Penuntutan adalah tahap pada wilayah institusi kejaksaan, dengan memberi kewenangan penuh kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputuskan oleh hakim di sidang pengadilan.
Sebelum jaksa penuntut umum melakukan penuntutan umumnya didahului dengan “prapenuntutan” yakni mempelajari dan meneliti kembali Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diajukan oleh Penyidik termasuk mempersiapkan surat dakwaan sebelum dilakukan penuntutan. Tujuannya adalah dalam rangka mengetahui BAP sudah lengkap atau belum, atau untuk mengetahui berkas perkara itu telah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan atau belum. Jika dalam penuntutan ditemukan kekurangan atau tidak lengkapnya persyaratan yang diperlukan. JPU dapat mengembalikan BAP tersebut ke penyidik untuk dilengkapi dengan memberi petunjuk hal-hal yang perlu dilengkapi.
Dalam hal didapati oleh penuntut umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan peristiwa pidana atau perkara ditutup demi hukum, maka penuntut umum menghentikan penuntutan yang dituangkan dalam suatu surat ketetapan. Apabila tersangka dalam tahanan, sedangkan surat ketetapan telah diterbitkan maka tersangka harus segera dikeluarkan dari tahanan. Selanjutnya, suret ketetapan yang dimaksud tersebut diberitahukan kepada tersangka. Turunan surat ketetapan tersebut disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasehat hukum, pejabat rumah tahana negara, penyidik dan hakim. Atas surat ketetapan ini maka dapat dimohonkan prapradilan, sebagaimana yang diatur dalam BAB X, bagian kesatu KUHAP dan kemudian didapati alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.
Jika jaksa penuntut umum Berpendapat bahwa BAP yang disampaikan oleh penyidik telah lengkap maka dapat dilakukan penuntutan, yakni secepatnya harus segera dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri setempat, dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum diberi tanggal dan ditandatangani olehnya. Surat dakwaan tersebut berisikan identitas tersangka dan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana tersebut dilakukan.
Penuntutan suatu perkara dapat dilakukan dengan bernbagai cara. Cara ini tergantung berat ringannya suatu perkara yang terjadi. Jika perkara tersebut termasuk perkara biasa yang ancamannya datas satu tahun, maka penuntutannya dilakukan dengan cara biasa. Penuntutan perkara dengan cara biasa ditandai dengan adanya acara yang telah disusun oleh penyidik. Ciri utama dari penuntutan ini, yakni selain disertai dengan surat dakwaan yang disusun secara cermat dan lengkap oleh jaksa penuntut umum dan penuntut umum yang menyerahkan sendiri berkas perkara tersebut dan harus hadir pula di persidangan.
Selain penuntutan secara biasa tersebut, penuntutan dapat pula dilakukan secara singkat. Penuntutan ini dilakukan jika perkaranya ancaman pidananya lebih ringan yakni tidak lebih dari satu tahun penjara. Berkas perkara yang dikeluarkan biasanya tidak rumit sekalipun demikian jaksa penuntut umum tetap membuat dan mengajukan surat dakwaan yang disusun secara sederhana. Penuntutan jenis ini, penuntut umum langsung mengantarkan berkas perkara ke pengadilan yang kemudian didaftarkan dalam buku registrasi oleh panitera pengadilan.
Jenis penuntutan lainnya adalah penuntutan dengan cara cepat. Penuntutan jenis ini terjadi pada perkara yang ringan atau perkara lalulintas, yang ancaman pidananya tidak lebih dari tiga bulan. Penuntutan perkara tidak dilakukan oleh jaksa penuntut umum melainkan diwakili oleh penyidik Polri. Pada penuntutan ini tidak dibuat surat dakwaan, melainkan hanya berupa catatan tentang kejahatan atau pelanggaran yang dlakukan. Catatan tentang kejahatan atau pelanggaran inilah yang diserahkan ke pengadilan sebagai pengganti surat dakwaan.
Swlanjutnya Pasal 141 KUHAP menentukan bahwa penuntut umum dapat melakukan penuntutan dengan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas. Penggabungan perkara ini dapat dilakukan asal memenuhi syarat sebagaimana ditentukan oleh Pasal 141 PUHAP itu sendiri yaitu:
1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain;
3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 141 huruf b KUHAP diatas, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana yang dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan yang lain itu adalah apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
1. Oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat yang bersamaan;
2. Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
3. Oleh seseorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
Berbeda dengan Pasal 141 KUHAP yang memungkinkan penggabungan perkara, Pasal 142 KUHAP justru memungkinkan penuntut umum melakukan pemisahan perkara. Pemisahan perkara ini dapat dilakukan dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141 KUHAP. Penuntut umum dalam hal ini melakukan penuntutan terhadap masing-masing tersangka secara terpisah.
Berkas perkara seperti ini misalnya dalam perkara korupsi yang melibatkan banyak seperti Bupati, Walikota, Kepala Jawatan Bendaharawan, pengawas-pengawas dan lainnya. Dalam perkara korupsi ini dapat saja terjadi beberapa pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana yangberbeda-beda dan dilakukan oleh orang yang berbeda pula. Jika berkas perkara korupsi ini jadi satu, maka penuntut umum dapat memecah (splitsing) untuk kemudian melakukan penuntutan terhadap terdakwa secara terpisah.
Semoga Tulisan ini Bermanfaat Bagi Kalian yang mendalami atau kurang pahan tentang proses peradilan.
Sebelum jaksa penuntut umum melakukan penuntutan umumnya didahului dengan “prapenuntutan” yakni mempelajari dan meneliti kembali Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diajukan oleh Penyidik termasuk mempersiapkan surat dakwaan sebelum dilakukan penuntutan. Tujuannya adalah dalam rangka mengetahui BAP sudah lengkap atau belum, atau untuk mengetahui berkas perkara itu telah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan atau belum. Jika dalam penuntutan ditemukan kekurangan atau tidak lengkapnya persyaratan yang diperlukan. JPU dapat mengembalikan BAP tersebut ke penyidik untuk dilengkapi dengan memberi petunjuk hal-hal yang perlu dilengkapi.
Dalam hal didapati oleh penuntut umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan peristiwa pidana atau perkara ditutup demi hukum, maka penuntut umum menghentikan penuntutan yang dituangkan dalam suatu surat ketetapan. Apabila tersangka dalam tahanan, sedangkan surat ketetapan telah diterbitkan maka tersangka harus segera dikeluarkan dari tahanan. Selanjutnya, suret ketetapan yang dimaksud tersebut diberitahukan kepada tersangka. Turunan surat ketetapan tersebut disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasehat hukum, pejabat rumah tahana negara, penyidik dan hakim. Atas surat ketetapan ini maka dapat dimohonkan prapradilan, sebagaimana yang diatur dalam BAB X, bagian kesatu KUHAP dan kemudian didapati alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.
Jika jaksa penuntut umum Berpendapat bahwa BAP yang disampaikan oleh penyidik telah lengkap maka dapat dilakukan penuntutan, yakni secepatnya harus segera dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri setempat, dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum diberi tanggal dan ditandatangani olehnya. Surat dakwaan tersebut berisikan identitas tersangka dan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana tersebut dilakukan.
Penuntutan suatu perkara dapat dilakukan dengan bernbagai cara. Cara ini tergantung berat ringannya suatu perkara yang terjadi. Jika perkara tersebut termasuk perkara biasa yang ancamannya datas satu tahun, maka penuntutannya dilakukan dengan cara biasa. Penuntutan perkara dengan cara biasa ditandai dengan adanya acara yang telah disusun oleh penyidik. Ciri utama dari penuntutan ini, yakni selain disertai dengan surat dakwaan yang disusun secara cermat dan lengkap oleh jaksa penuntut umum dan penuntut umum yang menyerahkan sendiri berkas perkara tersebut dan harus hadir pula di persidangan.
Selain penuntutan secara biasa tersebut, penuntutan dapat pula dilakukan secara singkat. Penuntutan ini dilakukan jika perkaranya ancaman pidananya lebih ringan yakni tidak lebih dari satu tahun penjara. Berkas perkara yang dikeluarkan biasanya tidak rumit sekalipun demikian jaksa penuntut umum tetap membuat dan mengajukan surat dakwaan yang disusun secara sederhana. Penuntutan jenis ini, penuntut umum langsung mengantarkan berkas perkara ke pengadilan yang kemudian didaftarkan dalam buku registrasi oleh panitera pengadilan.
Jenis penuntutan lainnya adalah penuntutan dengan cara cepat. Penuntutan jenis ini terjadi pada perkara yang ringan atau perkara lalulintas, yang ancaman pidananya tidak lebih dari tiga bulan. Penuntutan perkara tidak dilakukan oleh jaksa penuntut umum melainkan diwakili oleh penyidik Polri. Pada penuntutan ini tidak dibuat surat dakwaan, melainkan hanya berupa catatan tentang kejahatan atau pelanggaran yang dlakukan. Catatan tentang kejahatan atau pelanggaran inilah yang diserahkan ke pengadilan sebagai pengganti surat dakwaan.
Swlanjutnya Pasal 141 KUHAP menentukan bahwa penuntut umum dapat melakukan penuntutan dengan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas. Penggabungan perkara ini dapat dilakukan asal memenuhi syarat sebagaimana ditentukan oleh Pasal 141 PUHAP itu sendiri yaitu:
1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain;
3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 141 huruf b KUHAP diatas, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana yang dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan yang lain itu adalah apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
1. Oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat yang bersamaan;
2. Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
3. Oleh seseorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
Berbeda dengan Pasal 141 KUHAP yang memungkinkan penggabungan perkara, Pasal 142 KUHAP justru memungkinkan penuntut umum melakukan pemisahan perkara. Pemisahan perkara ini dapat dilakukan dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141 KUHAP. Penuntut umum dalam hal ini melakukan penuntutan terhadap masing-masing tersangka secara terpisah.
Berkas perkara seperti ini misalnya dalam perkara korupsi yang melibatkan banyak seperti Bupati, Walikota, Kepala Jawatan Bendaharawan, pengawas-pengawas dan lainnya. Dalam perkara korupsi ini dapat saja terjadi beberapa pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana yangberbeda-beda dan dilakukan oleh orang yang berbeda pula. Jika berkas perkara korupsi ini jadi satu, maka penuntut umum dapat memecah (splitsing) untuk kemudian melakukan penuntutan terhadap terdakwa secara terpisah.
Semoga Tulisan ini Bermanfaat Bagi Kalian yang mendalami atau kurang pahan tentang proses peradilan.
Tanks artikelnya, cukup membantu saya dalam memahami penuntutan
BalasHapusSama2, smoga berbanfaat.
BalasHapus