Penyelesaian Sengketa Di Luar Dan Di DAlam Pengadilan
Dalam Pembahasan ini saya akan memaparkan beberapa cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan di luar Pengadilan
1. Melalui penyelesaian Bipartie
Pasal 6 dan Pasal 7 UU No.2 Tahun 2004 memberi jalan sengketa Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan berdasarkan musyawarah mufakat dengan memegang asas kekeluargaan antara pekerja dan pengusaha. Jika aterjadi kesepakatan antara pekerja dan pengusaha atau antara serikat pekerja dan pengusaha, dapat dinyatakan dalam kesepakatan kedua belah pihak disebut kesepakatan bersama. Dalam kesepakatan bersama atau perjanjian harus ditandatagani kedua belah pihak sebagai dokumen bersama dan perjanjian damai.
2. Penyelesaian Melalui Mediasi
Pemerintah dapat menunjuk mediator yang bertugas melakukan Mediasi atau Pendamai yang dapat memediasi dalam menyelesaikan sengketa antara pekerja dan pengusaha. Seorang mediator telah meningkatkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU 2 Tahun 2004 dan dididik minimal S-1. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima keluhan Buruh masing-masing, Mediator telah memegang pokok perkara sengketa yang akan diadakan dalam pertemuan mediasi antara pihak-pihak. Pengangkatan dan mediator akomodasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. Ketika telah mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa melalui mediator membuat kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator, maka kesepakatan yang diajukan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
3. Melalui penyelesaian Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi konsiliator ditunjuk pejabat dan diberhentikan oleh Menteri Tenaga Kerja atas saran dari organisasi serikat buruh atau serikat pekerja. Semua persyaratan seorang perwira di Konsiliator dalam pasal 19 UU No.2 Tahun 2004. Dimana adalah tugas yang paling penting Memangil saksi Kosiliator atau stakeholder dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima penyelesaian konsiliator. Pejabat konsiliator dapat menghubungi pihak yang bersengketa dan membuat kesepakatan bersama jika kesepakatan telah tercapai. Pendaftaran kesepakatan-kesepakatan bersama yang diprakarsai oleh Konsiliator dapat didaftarkan di Pengadilan Negeri setempat. Demikian pula, eksekusi akan dilakukan pada tingkat kemahiran Pengadilan Negeri setempat.
4. Penyelesaian Melalui Arbitrase
Legislasi untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase meliputi konflik kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dan pengusaha dalam perusahaan. Untuk mengatur sebagai arbiter sebagaimana didefinisikan
dalam Pasal 31 ayat (1) berbunyi:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. mampu mengambil tindakan hukum
c. Warga negara Indonesia
d. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun
e. pendidikan sekurang-kurangnya Starata Satu (S-1)
f. sehat berdasarkan surat keterangan medis
g. kontrol perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kelulusan ujian memiliki arbitrase dan
h. memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
Penunjukan arbiter oleh Menteri Perburuhan keputusan. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter pilihan mereka sebagaimana ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja. Arbiter keputusan yang menimbulkan keraguan dapat dibawa menuntut ingkar ke Pengadilan Negeri setempat menyebutkan alasan yang menyebabkan keraguan otentik. Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang 2 Tahun 2004, dapat membuat keputusan tentang alasan yang tidak dapat rusak dan perlawanan diajukan lagi. Ketika perdamaian tercapai, maka menurut isi Pasal 44 UU No.2 Tahun 2004, seorang arbiter harus membuat sertifikat damai yang ditandatangani oleh kedua belah pihak di hadapan suatu Arbiter atau Majelis Arbiter. Penentuan akta dimuka pengadilan Perdamaian terdaftar, dan juga dapat di exekusi oleh Pengadilan atau keputusan, seperti biasa. Keputusan perjanjian arbiter dibuat dalam 3 (tiga) dan diberikan kepada setiap sisi duplex, dan terdaftar sebelum Pengadilan Industrial terhadap keputusan tidak memiliki kekuatan hukum atau sengketa bisa dibawa maju lagi sama tidak dapat dibawa ke depan lagi ke Pengadilan Hubungan Industrial.
5. Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan
Sebelum rilis dari Hubungan Industrial Undang-Undang penyelesaian sengketa buruh yang terorganisir dalam UU No 22 Tahun 1957 melalui P4D peradilan dan P4P. Dalam mengantisipasi penyelesaian dan distribusi sengketa Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan sesuai dengan tuntutan zaman kemajuan dan diundangkan dalam UU 2 Tahun 2004 sebagai forum untuk keadilan di samping pengadilan umum Hubungan Industrial. Dalam Pasal 56 UU No.2 Tahun 2004 mengatakan Hubungan Industrial Pengadilan tugas dan wewenang memeriksa dan memutus:
a. dalam contoh pertama pada perselisihan hak
b. di bagian pertama dan terakhir dari konflik kepentingan
c. pada tingkat pertama dari pengakhiran sengketa kerja
d. di bagian pertama dan terakhir dari serikat buruh / serikat buruh dalam satu perusahaan.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dibuat dari:
a. Hakim
b. Hakim ad hoc
c. Junior Panitera, dan
d. Pengganti Panitera.
Untuk Pengadilan Kasasi di Mahkamah Agung terdiri dari:
a. Hakim Agung
b. Ad Hoc Hakim di Mahkamah Agung, dan
c. Pendaftar
Istilah untuk diangkat menjadi Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung harus memiliki ketentuan sebagai berikut:
a. Warga negara Indonesia
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. setia kepada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
d. usia minimal 30 (tiga puluh) tahun
e. sehat berdasarkan surat keterangan medis
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
g. serendah berpendidikan Starata Satu (S-1) kecuali untuk Ad Hoc pada Mahkamah Agung, persyaratan pendidikan Sarjana Hukum, dan
h. Berpengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
Pengangkatan dan penunjukan Ad Hoc pad berbasis SK Hubungan Industrial pengadilan. Presiden atas usul Ketua Republik Indonesia. Sebelum mengambil kantor Ad Hoc sumpah wajib atau agama dan kepercayaan janji serta masing-masing Ad Hoc Hakim tidak boleh merangkap Posisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Hukum acara yang digunakan untuk mengadili sengketa berburu Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam Peradilan Umum, kecuali khusus yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan menunggu keputusan Presiden untuk menentukan pengangkatan Tata Kerja Buruh Ad Hoc. Sebelum Undang-Undang ini berlaku efektif dalam masyarakat Penyelesaian pemutusan hubungan kerja masih mengenakan KEP/MEN/150 Tahun 2000 dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Sebelum rilis dari Hubungan Industrial Undang-Undang penyelesaian sengketa buruh yang terorganisir dalam UU No 22 Tahun 1957 melalui P4D peradilan dan P4P. Dalam mengantisipasi penyelesaian dan distribusi sengketa Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan sesuai dengan tuntutan zaman kemajuan dan diundangkan dalam UU 2 Tahun 2004 sebagai forum untuk keadilan di samping pengadilan umum Hubungan Industrial. Dalam Pasal 56 UU No.2 Tahun 2004 mengatakan Hubungan Industrial Pengadilan tugas dan wewenang memeriksa dan memutus:
a. dalam contoh pertama pada perselisihan hak
b. di bagian pertama dan terakhir dari konflik kepentingan
c. pada tingkat pertama dari pengakhiran sengketa kerja
d. di bagian pertama dan terakhir dari serikat buruh / serikat buruh dalam satu perusahaan.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dibuat dari:
a. Hakim
b. Hakim ad hoc
c. Junior Panitera, dan
d. Pengganti Panitera.
Untuk Pengadilan Kasasi di Mahkamah Agung terdiri dari:
a. Hakim Agung
b. Ad Hoc Hakim di Mahkamah Agung, dan
c. Pendaftar
Istilah untuk diangkat menjadi Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung harus memiliki ketentuan sebagai berikut:
a. Warga negara Indonesia
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. setia kepada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
d. usia minimal 30 (tiga puluh) tahun
e. sehat berdasarkan surat keterangan medis
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
g. serendah berpendidikan Starata Satu (S-1) kecuali untuk Ad Hoc pada Mahkamah Agung, persyaratan pendidikan Sarjana Hukum, dan
h. Berpengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
Pengangkatan dan penunjukan Ad Hoc pad berbasis SK Hubungan Industrial pengadilan. Presiden atas usul Ketua Republik Indonesia. Sebelum mengambil kantor Ad Hoc sumpah wajib atau agama dan kepercayaan janji serta masing-masing Ad Hoc Hakim tidak boleh merangkap Posisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Hukum acara yang digunakan untuk mengadili sengketa berburu Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam Peradilan Umum, kecuali khusus yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan menunggu keputusan Presiden untuk menentukan pengangkatan Tata Kerja Buruh Ad Hoc. Sebelum Undang-Undang ini berlaku efektif dalam masyarakat Penyelesaian pemutusan hubungan kerja masih mengenakan KEP/MEN/150 Tahun 2000 dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan.
0 komentar:
Posting Komentar